Jul 18, 2014

Ketika Adat Dipersatukan

Tahun 2014 ini adalah tahun kedua berada di Kota Bandung. Sejak tahun 2012 lalu meninggalkan Kalimantan dan merantau ke kota metropolitan. Berbekal tekad, niat dan media sosial facebook, akhirnya kaki ini menginjak jua tanah jawa.
Tekad dan niat menyelesaikan S1 di Kota Bandung, akhirnya akan selesai jua tahun ini, In Shaa Allah. Banyak yang bisa saya ambil pelajaran selama dua tahun di sini, baik itu dari segi perilaku, adat maupun hubungan masyarakatnya. Tidak terlalu jauh berbeda dengan adat orang melayu yah karena mayoritas di Kota Bandung adalah orang sunda dan beragama islam. Salah satu adatnya yang hampir sama adalah ketika melewati orang yang lebih tua, yang lebih muda akan mengatakan “Punten” atau permisi.

Kata punten tersebut diucapkan saat akan melewati orang yang sedang duduk, berdiri atau ngobrol. Nah biasanya ada yang nongkrong di jalan, sambil ngobrol, dan ketika saya akan melewati mereka, maka saya akan mengucapkan “punten”. Adat tersebut tidak jauh berbeda dengan adat melayu yaitu ketika yang muda melewati yang muda mereka harus membungkukan badan dengan tangan sebelah kanannya menjuntai.

Tentunya adat melayu tersebut dan sunda itu memiliki tujuan yang sama yaitu menghormati yang lebih tua. Dan ketika kedua adat tersebut digabungkan dan diterapkan di kota Bandung, tidak akan terlihat aneh. Misalnya mengatakan “Punten” sambil membungkukan badan saat melewati orang yang lebih tua. Tentunya itu bisa dilakukan bersamaan ketika melewati orang tua yang duduk di lantai, atau kursi. Sebagai contoh, ibu kost sedang ngobrol sama adiknya di beranda. Kebetulan saya mau lewat dan menuju kamar mandi. Nah saat akan melewati mereka saya akan menerapkan kedua adat tersebut. Masih banyak lagi sih adat-adat lainnya yang memiliki persamaan dengan adat melayu. Nanti akan diceritakan pada postingan selanjutnya hehe.
Lanjut Gan → Ketika Adat Dipersatukan

Ketika Seorang Pria Menangis

Dari judulnya kelihatan nyentrik ya untuk seorang pria? Tapi itu memang benar, teman-teman sedang tidak salah baca kok. Tentu sebagian kaum pria pernah menangis atau bisa dikatakan gampang untuk menangis. Apakah pria tersebut tipe cengeng atau feminim? Oh tentu saja tidak… Sekuat, setegas apapun itu seorang pria, dibalik ketegasannya terdapat kelembutan kok terutama hatinya . Kelembutan pada hatinya itulah yang terkadang dengan mudahnya membuatnya untuk meneteskan air mata. Dan saya termasuk tipe yang demikian! 

Saya memang terkadang menangis. Lah penting ga sih? Hmm sebenarnya yang membuat saya menangis itu karena seorang wanita. Ya seorang wanita yang begitu berharga buat saya, tidak ada gantinya, terbaik dan selalu menyayangi diri ini dengan segala kekurangan yang saya miliki. Dialah “emak”, seorang wanita yang telah melahirkan diri ini ke dunia, yang telah membesarkan anaknya ini. 

Tahun 2014 ini merupakan tahun kedua saya tidak bertemu emak, itu artinya selama dua kali puasa dan lebaran, saya tidak memiliki kesempatan untuk bersama emak. Saya sangat merindukan emak, rindu inilah yang terkadang membuat saya menangis. Terkadang saya ingat ketika masih kecil saat bulan puasa tiba, buka dan sahur bersama. Semuanya sudah dipersiapkan, saya hanya tinggal menikmati. Tapi apakah itu yang saya rindukan? Saya rindu setiap ucapan emak, saya rindu saat ia membangunkan saya untuk sahur, yang saat itu saya bermalas-malasan untuk bangun. Saya rindu saat emak mengatakan “sudah saatnya buka”, ucapan beliau mengajak untuk bersama berbuka puasa bersama keluarga lainnya. 

Dulu ketika kuliah dalam satu provinsi, tiap ramadhan saya akan pulang ke kampung. Menyambut Ramadhan bersama keluarga, namun kini sudah tidak lagi. Jarak yang jauh, di samping tiada ongkos untuk pulang membuat saya terpaksa menahan rindu untuk bertemu emak. Rindu.. rindu itulah rindu yang sebenarnya saya rasakan. Terkadang saya menangis saat mendengar suara emak di telepon. Oh emak, suara mu memang masih sama, namun sedikit terdengar tua. Saya tak mampu membendung air mata saat terdengar suara emak yang mulai meneteskan air mata. Begitu besarnya rindu emak kepada anaknya. Mampukah saya membalas semua kerinduan emak yang teramat besar itu? 

Emak sudah berumur lanjut, bahkan sudah punya cicit. Saya tidak tahu berapa lama lagi masih bisa mendengar suara emak. Saya sangat berharap Allah Swt memberikan emak umur yang panjang agar saya bisa membalas budi emak, membahagiakan emak, menemani emak, berbakti kepada beliau, menjaga beliau dengan penuh kasih sayang. Ah rasanya semua itu tidak akan cukup untuk membayar semua pengorbanan emak. Dan tahukan teman-teman bahwa pikiran seperti itu lah yang terkadang membuat saya menangis.! 

Saya saat ini berdomisili di Jawa, sementara emak di Kalimantan. Oh jarak yang begitu jauh, sulit rasanya menggambarkan kerinduan ini untuk bertemu emak. Saya rindu untuk mencium tangan emak, saya rindu untuk tiduran dipangkuan emak. Emak pernah bilang saya udah gede tapi masih saja tiduran dipangkuannya. Oh emak, betapa anakmu ini sangat menyayangimu. 

Terkadang terlintas dipikiran saat-saat masa dulu. Saat masih remaja, begitu banyak hal yang diri ini perbuat yang membuat emak menangis. Pernah suatu kali saya berlaku kurang ajar, membentak emak. Saat itulah pertama kali saya membuat emak menangis. Ah betapa bodohnya waktu itu, begitu teganya saya saya membuat emak menangis. Meskipun sudah meminta maaf, dan emak sudah memaafkan, namun hingga sekarang rasa bersalah itu masih menghantui hingga sekarang. Saat rindu emak, saat itulah air mata menetes, begitu banyak kesalahan yang udah diri ini perbuat, begitu sedikitnya yang diri ini lakukan untuk emak. 

Rindu ini sulit untuk diceritakan dan digambarkan. Rindu kepada emaklah yang membuat seorang pria menangis………
Lanjut Gan → Ketika Seorang Pria Menangis